Jum'at, 08 Oktober 2010 , 06:30:00 WIB
![]() |
![]() |
Untuk memperoleh air bersih saja, kata Wanda, warga kesulitan. Banyak anak yang tidak sekolah akibat ketidakmampuan ekonomi. Salah satu faktor kemiskinan di daerah tersebut lantaran situasi lingkungan yang semakin menjepit mereka.
“Profesi nelayan, kehidupan mereka masih dalam garis kemiskinan. Ditambah lagi dengan air yang sering pasang, banjir, banjir rob dan segala macamnya. Ini semakin menyulitkan mereka,” kata Wanda Hamidah kepada Rakyat Merdeka.
Menurut Wanda, seharusnya di wilayah tersebut ditumbuhi hutan bakau yang dilindungi pemerintah. Pemanfaatan wilayah ini, seperti di Pantai Indah Kapuk, di mata Wanda sebenarnya ilegal. “Kok bisa ada izin penggunaan wilayah tersebut,” tanya Wanda.
Dengan adanya rencana Pemprov melanjutkan proyek reklamasi ini, Wanda menilai, Pemprov tidak peka terhadap permasalahan sosial di sekitar pesisir. Menurutnya, Pemprov tidak punya konsep. Meski pembangunan digalakan, namun tidak ramah lingkungan. “Di sini terlihat kepentingan pengusaha sangat besar,” ungkapnya.
Jika Pemprov ingin konsen membenahi masalah lingkungan di DKI, masih menurut Wanda, perlu ada kemauan politik. Namun, kata politisi PAN ini, Pemprov tidak mempunyai kemauan melakukan perubahan tersebut.
“Pembangunan DKI serampangan. Kalaupun punya konsep, mereka dalam pemberian izinnya juga fatal. Banyak yang menyalahi aturan tata ruang wilayah,” tegasnya.
Hal berbeda diungkapkan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi. Dia menyatakan, pada dasarnya reklamasi pantai itu sama dengan di luar negeri, di mana masalah reklamasi pantai tidak ada persoalan.
Sanusi mencontohkan Bandara Changi, Singapura. Di sana, menurutnya, reklamasi bukan hal baru dan sudah biasa. Sekarang konteksnya tinggal bagaimana mengawasi planing-nya. Masalah izinnya, lanjut Sanusi, sudah ada, tapi masih ada persoalan dengan Kementerian Lingkungan Hidup yang dimenangkan Mahkamah Agung.
“Tapi, sekarang reklamasi belum dilakukan, namun banjir dan genangan tetap terjadi. Artinya sebelum reklamasi pun sudah terjadi,”sentil Sanusi.
Menurut politisi Partai Gerindra ini, yang perlu diantisipasi adalah membuat tanggul. Kemudian Pemprov DKI bisa mengatur air yang keluar dapat dimasukkan kembali ke dalam tanah. Artinya, pemakaian air tanah yang digunakan sekitar 9 juta warga DKI dan air kiriman dari Bogor tidak langsung dibuang ke laut. Kemudian membuat sumur resapan. Sanusi menyarankan Pemprov DKI bekerja sama dengan Pemerintah Pusat membuat waduk di hulu, jangan di hilir.
“Itu yang harusnya dikerjakan Pemda DKI. Adanya global warming juga ikut mempengaruhi perubahan kondisi di Jakarta. Seperti permukaan air laut semakin tinggi. Ini yang kita antisipasi,” jelas Sanusi.
Sedangkan untuk mengatasi daerah yang tergenang banjir rob, menurutnya, Pemprov bisa membuat folder dan dengan bantuan pompa air, bisa memompa atau membuang air ke laut dan pompa ini tidak boleh berhenti. “Harus terus beroperasi apalagi saat air pasang tiba,” tutupnya. [RM]
Baca juga:
0 komentar to Kebijakan Pemprov Cuma Pro Orang Kaya