Laporan Waryawan Tribunnews.com, Alie Usman

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo melakukan sweeping larangan merokok pada tempat-tempat umum di Jakarta, setelah sebelumnya menerbitkan Peraturan Gubernur soal kawasan dilarang merokok di Jakarta, dianggap terlalu berlebihan dan mengingatkan pada gerakan pemaksaan kehendak yang dilakukan Adolf Hitler.

"Kabarnya mulai 1 November ini mulai ada sweeping anti rokok. Sebuah gerakan yang mengingatkan kita pada adolf Hitler tahun 1945. Gerakan tersebut memang pernah dicontohkan oleh partai Nazi di Jermas sebagai pelopor Fasisme. Jika betul dilakukan, Gubernur memang mirip Adolf Hitler," ujar Suroso, Kordinator Koalisi Cinta Seratuis Persen Indonesia di Warung Daun, Jakarta. Jumat (29/10/2010).

Suroso menilai, pemerintah Jakarta terlalu memaksakan untuk menetapkan pergub tersebut. Padahal, diluar persoalan rokok, setumpuk persoalan yang lebih urgen sifatnya justru seolah dikesampingkan Gubernur. Sebut saja kartu mati Gubernur soal banjir Jakarta dan kemacetan lalu lintas yang seolah menjadi hal yang semakin dianggap wajar.

Keinginan Gubernur memberhentikan paksa warga Jakarta untuk merokok dengan menutup hampir semua ruang bagi perokok dianggap sudah terlalu jauh mendiskriminasikan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Apalagi, pemerintah DKI dianggap memainkan kepentingan lain dibalik Pergub tersebut. Mereka mengaku mendapatkan informasi adanya kepentingan farmasi asing yang menyelipkan pesan khusus hingga lahir Pergub tersebut.

"Ini jelas skandal besar dibalik lahirnya Pergub. Rekanan Pemprov dalam kampanye anti rokok ini adalah Swisscontact Indonesia Foundation (SIF) yang merupakan penerima bantua sebesar 360.952 US dolar, atau sekitar 3,2 miliar dari perusahaan farmasi yang menjual obat penghilang kecanduan nikotin dan mengincar pasar Indonesia," ujar Suroso.