Korupsi Hutan 346 Miliar Dibawa Ke Ajang Dunia

Posted by real application On Selasa, 23 November 2010 0 komentar
Korupsi Hutan 346 Miliar Dibawa Ke Ajang Dunia

  
RMOL.KPK dan sejumlah perwakilan LSM pemantau korupsi menghadiri rangkaian acara 14th International Anti-Corruption Conference (IACC) 2010 di Bangkok, Thailand. Dalam ajang antikorupsi internasional itu, KPK menyampaikan isu pelemahan mereka dan korupsi di sektor kehutanan yang merugikan negara Rp 346 miliar.
Hal tersebut tampak dalam kete­rang­­an pers Transparancy Inter­na­tional Indonesia (TII). Menurut TII, Wakil Ketua KPK Mocham­mad Jasin menyampaikan re­ka­yasa perkara pemerasan dan pe­nya­lahgunaan wewenang yang disangkakan kepada dua orang pim­pinan KPK, Bibit Samad Rian­to dan Chandra Marta Hamzah.
Disampaikan pula, rekayasa per­kara terhadap Bibit dan Chan­dra terjadi karena banyak pihak yang merasa terancam dengan pe­nindakan yang dilakukan KPK. Ko­misi Pemberantasan Korupsi te­lah memenjarakan 42 anggota parlemen, 8 menteri, 7 gubernur, 20 bupati/wali kota, 8 anggota KPU, 4 duta besar, 1 gubernur Bank Indonesia (BI), dan 4 deputi gubernur BI.
Masih berdasarkan keterangan TII, Jasin juga menyampaikan beberapa kasus kejahatan di bidang kehutanan yang telah ditangani KPK. Kasus itu antara lain melibatkan dua orang pejabat publik, seorang gubernur dan bupati. Salah satunya bahkan me­rugikan keuangan negara men­capai ratusan miliar rupiah.  Hasil pe­nebangan kayu ilegal se­nilai Rp 346 miliar itu, me­nurutnya, di­nyatakan Jasin telah disetor KPK ke ke kas negara melalui Menteri Keuangan.
Namun, menurut Manajer In­for­masi TII Ilham Saenong, per­soal­an yang sangat krusial bagi pem­berantasan korupsi di banyak negara, termasuk Indonesia ada­lah pelemahan terhadap lembaga se­perti KPK. Soalnya, KPK me­ng­alami gesekan dengan berbagai pihak, lantaran telah menindak banyak pelaku korupsi. “Pe­le­mahan KPK sangat terasa karena ba­nyak pihak yang merasa ter­ancam dengan penindakan yang dilakukan KPK,” katanya saat dihubungi, kemarin.
Disamping itu, lanjut Ilham, ter­dapat pula ancaman lainnya yaitu pengurangan sumber daya atau anggaran. “Ini sudah dibuk­tikan di Indonesia dengan mi­nimnya anggaran yang diberikan kepada KPK, disamping masalah Bibit dan Chandra,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ko­mu­ni­kasi Sosial Sardan Marbun menyatakan, KPK tidak dalam posisi yang dilemahkan. Ke­te­rangan bahwa lembaga superbodi itu sedang dilemahkan, m­e­­nur­ut­nya, merupakan isu yang harus di­kaji kembali. “Saya belum me­ne­mukan bukti yang nyata me­ngenai pelemahan terhadap KPK,” katanya, saat dihubungi, ke­marin.
Masalah dua pimpinan KPK yang masuk proses hukum, me­nurut Sardan, jangan dianggap se­bagai bukti pelemahan. “Ang­gaplah itu sebagai suatu kasus yang harus diproses secara hu­kum,” ujarnya.
Meski begitu, Sardan meng­ap­re­siasi terselenggaranya acara ter­sebut. Soalnya, menurut dia, acara itu merupakan salah satu bentuk perwujudan memerangi korupsi di seluruh dunia. “Saya rasa itu sangat bagus. Yang na­ma­nya korupsi itu haruslah diberantas sampai ke akarnya. Ini yang sering kali disampaikan Pak Presiden,” katanya.
Sementara itu, TII dalam acara yang digelar pada 10-13 No­vember itu mendesak dunia bekerja sama dan lebih ber­sungguh-sungguh me­ngu­pay­a­kan pengembalian aset-aset yang dicuri para koruptor. “Karena meski beberapa usaha pen­ge­m­balian aset berhasil, banyak ne­gara mengalami kesulitan me­lacak dan mendapatkan aset serta uang yang dimiliki koruptor di luar negeri,” kata Ilham Saenong.
Menurut Ilham, selama ini para koruptor masih sangat leluasa dengan hukuman penjara. Hal itu merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan, bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. “Makanya kami m­e­nga­takan di forum itu agar para ko­rup­tor, selain mendapatkan pen­jara juga harus dimiskinkan. Hal itu untuk mendapatkan efek jera,” imbuhnya.
Deponeering Tak Kunjung Resmi
Meskipun akhirnya Kejaksaan Agung memilih opsi mendeponir (mengenyampingkan) kasus Bibit-Chandra, Korps Adhyaksa belum secara resmi me­nge­luarkan surat ketetapan mengenai perkara tersebut.
“Belum ada surat resmi itu,” kata Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo saat di­hubungi, kemarin.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pe­nerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap me­nya­takan, deponeering itu sudah pasti. Namun, surat resminya masih dalam proses di kejaksaan.
Menurut Babul, dipilihnya deponeering merupakan hasil rapat evaluasi pimpinan Ke­jagung dengan tim pengkaji kasus Bibit-Chandra. Sehingga, lanjut dia, pihaknya amat serius me­m­persiapkan surat resmi de­po­neering untuk kepada kedua Wakil Ketua KPK tersebut.
Meski begitu, Babul tidak bisa memastikan kapan surat resmi tersebut keluar. “Itu masih dalam kuasa tim yang menangani, saat ini saya belum mengetahui kapan surat resmi itu akan dikirimkan,” katanya beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Johan Budi me­nga­takan, deponeering baru se­batas pernyataan, belum pada ta­taran resmi, yaitu me­nge­lua­r­kan surat tersebut. Menurutnya, kasus yang melibatkan dua pi­m­pinan KPK tersebut membuat kinerja KPK sedikit melemah, karena harus menangani maslah ter­sebut.
Soal deponeering ini pertama kali disampaikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Muham­mad Amari. “Kalau sikap sudah, kita akan ambil deponeering,” kata Ketua Tim Pengkaji Kasus Bibit-Chandra ini pada Senin (25/10).
Tak lama setelah penjelasan Amari itu, Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejagung Babul Khoir Harahap menggelar jumpa pers di Kejaksaan Agung. Me­nurut Babul, Kejaksaan me­nye­leng­garakan rapat pimpinan menyikapi putusan Mahkamah Agung yang menolak PK kasus Bibit-Chandra.
Menurut Babul, dari rapat itu ditarik kesimpulan, kejaksaan akan mempertimbangkan dua opsi, yakni melimpahkan perkara ke pengadilan negeri, atau me­nge­sampingkan perkara demi ke­pen­tingan umum. Babul m­e­nga­­takan, yang akan me­m­bahas­nya adalah tim evaluasi dan peng­kajian yang dipimpin JAM Pidana Khusus Amari. Akhirnya, Ke­­jagung me­milih opsi de­po­neering kasus dugaan pemerasan terhadap Anggodo Widjojo ini. Sementara itu, di Pengadilan Ti­pikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Anggodo terbukti be­r­salah dalam kasus upaya pe­nyua­pan terhadap pimpinan KPK.
Minta KPK Lebih Berani
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum Trisakti
KPK diminta lebih berani meng­hadapi isu pelemahan se­telah mengikuti konferensi in­ter­nasional anti-korupsi di Bang­kok, Thailand. Soalnya, ke­­beranian menghadapi per­soalan seperti itu, merupakan mo­dal yang sangat penting untuk keberlangsungan pem­be­rantasan korupsi.
“Bagaimana KPK mau kuat kalau diterpa isu seperti itu saja sudah lemah. Yang namanya lem­baga pemberantasan ko­rupsi, pasti selalu menghadapi an­caman. Sekarang tinggal KPK bisa menyikapinya de­ngan tepat atau tidak,” kata pe­ngamat hukum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan, kemarin.
Menurut Asep, sudah seha­rus­nya lembaga pemberantas ko­rupsi itu meningkatkan kem­bali kinerjanya seperti awal pen­diriannya. “Saya sendiri tidak mengerti, apa sebenarnya yang ditakuti KPK, sehingga akhir-akhir ini terasa sangat lemah,” ujarnya.
Padahal, menurut Asep, ber­dirinya KPK sudah berdasarkan ke­kuatan hukum yang riil. Se­hingga, lanjut dia, tidak perlu ada yang ditakuti lagi. “KPK se­cara yuridis sudah mempunyai kekuatan hukum yang nyata. Apalagi orang-orang yang du­duk di sana bukanlah orang-orang yang lemah,” tandasnya.
Asep mencontohkan, pada da­sarnya lembaga yang ber­markas di kawasan Kuningan, Ja­karta Selatan itu bisa me­lakukan supervisi terhadap ka­sus yang menjerat Gayus Tam­bunan. Namun, kata dia, se­pertinya KPK belum ter­pang­gil hatinya untuk melakukan su­pervisi terhadap perkara Gayus itu..
Perihal pengembalian aset yang dicuri para koruptor, Asep meminta jangan hanya asetnya saja yang dikembalikan. Akan tetapi, lanjut dia, para pe­la­kunya juga harus diberi hu­kum­an yang seberat-beratnya. “Bah­kan, saya mengusulkan untuk dihukum mati saja para ko­ruptor itu. Sementara ini, yang ditindak hukuman mati hanya para teroris, padahal koruptor itu jauh lebih jahat dari teroris,” tegasnya.
Menurut Asep, hukuman mati bagi koruptor yang telah me­­rugikan negara barulah bisa di­katakan sebanding dengan apa yang telah diperbuatnya. “Sehingga, jika ada orang yang ingin korupsi akan mikir 10 ribu kali,” imbuhnya.
Menurun Setelah Era Antasari
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR De­ding Ishak meminta KPK dan LSM pemantau korupsi me­ningkatkan kinerjanya se­telah mengikuti konferensi anti-korupsi internasional ke-14 di Bangkok, Thailand.
“Ini momen yang baik untuk bertukar pikiran dan me­ne­rap­kan di Indonesia apa yang me­­reka dapat untuk perang me­la­wan korupsi,” katanya, saat di­hubungi, kemarin.
Sebagai anggota Komisi Hu­kum DPR, Deding tidak me­lihat KPK sedang dilemahkan. Adapun mengenai beberapa pe­tinggi KPK yang pernah ber­urusan dengan hukum, Deding melihatnya hanya sebagi suatu proses yang harus dijalani me­reka yang diduga bersalah.
“Saya tidak melihat KPK di­lemahkan kok, yang ada harus­nya KPK sebagai lembaga ad hoc meningkatkan kinerjanya. Soal mendapatkan ancaman itu biasa. Sebagai lembaga yang me­nangani kasus korupsi, pasti akan selalu menghadapi masa­lah seperti itu,” katanya.
Menurut Deding, tidak ada lem­baga penegak hukum yang berusaha melemahkan KPK. Se­hingga, KPK tidak perlu me­rasa risau soal banyaknya pim­pinan mereka yang terjerat ma­salah hukum. “Justru se­balik­nya, KPK harus menunjukkan jati dirinya sebagai lembaga pe­negak hukum yang ber­ko­mit­men untuk memberantas ko­rupsi sampai ke akar-akarnya,” ujar politikus Golkar ini.
Dia juga menyeru kepada KPK agar meningkatkan koor­dinasi, monitoring dan super­visi supaya lembaga inde­pen­den ini mendapat acungan jem­pol dari masyarakat. “Jika di­bandingkan era Antasari jelas sa­ngat menurun, tapi KPK ma­sih bisa melakukan tugasnya dengan meningkatkan moni­toring dan supervisi terhadap suatu perkara yang dinilai tidak jelas,” ucapnya.
Deding juga meminta KPK berani menjalankan wewe­nang­nya mensupervisi suatu perkara yang tengah ditangani lembaga pe­negak hukum lain. “Se­harus­nya KPK bisa mempraktekkan ilmu yang didapat pasca kon­fe­rensi itu, untuk mensupervisi kasus Ga­yus,” sarannya. [RM]

0 komentar to Korupsi Hutan 346 Miliar Dibawa Ke Ajang Dunia

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.