Kocek RI Lebih Tebal Dari Malaysia

Posted by real application On Kamis, 02 September 2010 0 komentar
Alhamdulillah, Kocek RI Lebih Tebal Dari Malaysia
Menimbang Untung Rugi Jika Hubungan Diplomatik Diputus
Kamis, 02 September 2010 , 07:02:00 WIB
Malaysia Hand Reject Third-Party Mix
  
RMOL.Wacana pemutusan hubungan diplomatik mencuat seiring memanasnya hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Pemerintah kudu siapkan lapangan kerja bagi jutaan TKI, jika ingin memutuskan jalinan diplomatik.
Hubungan Malaysia-Indo­nesia memanas lagi menyusul insiden penangkapan tiga petugas Di­nas Kelautan dan Perikanan oleh polisi Diraja Malaysia be­be­rapa waktu lalu.
Peristiwa ini telah mendobrak lagi semangat nasionalisme anak negeri. Ribuan masyarakat turun ke jalan memerotes sikap Ma­laysia dan menyatakan siap masuk ba­risan pasukan Ganyang Malaysia.
Pengamat ekonomi dari Uni­versitas Indonesia  Zamroni Sa­lim memaparkan,  jika Indonesia me­mutus hubungan diplomatik de­ngan Malaysia dampak yang per­tama dirasakan pemerintah adal­ah meledaknya cost adjustment di bidang ketenagakerjaan.
Soalnya, praktis hampir dua juta jiwa  Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di Malaysia akan dipulangkan.
Dari sisi ini Indonesia akan merugi. Sedang Malaysia meski agak kelabakan dengan pemu­langan TKI, tapi mereka bisa meng­gan­tikannya dengan tenaga kerja dari Filipina dan Banglades.
“Bahkan tarif tenaga kerja dari kedua negara tersebut lebih mu­rah. Sebaliknya Indonesia akan mengeluarkan cost tambahan untuk menyiapkan penempatan te­naga kerja yang pulang dari Malaysia,” tambah Zamroni.
Zamroni menilai, selama Indo­nesia masih banyak mengirim TKI ke Malaysia, selama itu pula ne­geri Siti Nurhaliza tersebut akan menghina Indonesia habis-habisan.
Nah, untuk mengembalikan mar­tabat bangsa, pemerintah ku­du simultan mengurangi ekspor TKI ke Malaysia, hingga jum­lahnya 0 persen.
Para TKI yang bermasalah dan habis masa kerjanya, tambah Zamroni,  langsung tarik saja tak usah diperpanjang.
“Di Tanah Air kalau peme­rin­tah belum menyiapkan lapangan kerja, TKI yang dipulangkan dari Malaysia bisa disalurkan ke ne­gara-negara lain,” katanya.
Posisi Indonesia masih kurang menguntungkan jika memutus hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Berbeda ketika era Soekarno dulu. Pada 1963, Malaysia sangat segan pada Indonesia. Tapi, sete­lah pemerintah membuka keran ekspor TKI besar-besaran ke Malaysia, posisi itu berbalik arah. “Inilah awal Malaysia merasa superior terhadap Indonesia,” imbuhnya.
Untuk itu Indonesia jika ingin memutus hubungan di­plo­matik dengan Malaysia kudu me­nyiap­kan terlebih dulu lapangan pe­kerjaan atau pang­sa pasar tenaga ker­ja ke negara lain di luar Ma­laysia. “Dengan begitu Malaysia akan kembali menyegani Indo­nesia. Karena kita bukan lagi sebagai bangsa pembantu.”
Berikutnya, ditilik dari sisi perda­gangan, jika Indonesia me­mutuskan hubungan diplo­matik­nya, tak banyak ber­pengaruh terhadap perekonomian Indo­nesia maupun Malaysia.
Karena, Malaysia cuma men­duduki urutan ke enam dalam daf­tar tujuan ekspor produk Indonesia. “Kita masih fokus mengekspor produk-produk kita ke Jepang, Cina, Amerika dan Ero­pa. Jadi dampak dari pemu­tusan hubungan diplomatik Indo­nesia-Malaysia itu pengaruhnya kecil,” katanya.
Dari sisi impor, produk Malay­sia yang masuk ke dalam negeri juga hanya duduk di peringkat sem­bilan. Jadi, kerugian yang tim­bul di sektor perdaganan kecil sekali, jika Indonesia memutus hubungan diplomatik dengan Malaysia. “Persoalan Indonesia di Malaysia cuma tenaga kerja atau pembantu,” katanya.
Kendati begitu, Zamroni meng­aku heran dengan sikap Presiden Yudhoyono yang santai saja dalam menghadapi persoalan dengan Malaysia.
Sementara itu, Direktur Ekse­kutif Greenomics Elfian Effendi punya pemikiran lain dalam menyikapi memanasnya hubu­ngan Indonesia-Malaysia.
Menurutnya, di sektor perke­bunan kelapa sawit, pemerintah pu­nya posisi tawar tinggi. Jika hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia putus, kata Elfian, maka Malaysia merugi.
“Jika tegas, saya pikir peme­rintah bisa saja membekukan izin usaha perkebunan kelapa sawit di atas areal  2,1 juta hektare milik investor Malaysia,” katanya.
Dijelaskan Elfian, belakangan pengusaha Malaysia terus mela­kukan ekspansi lahan perkebunan sawitnya di Indonesia.
Bahkan, sambung Elfian, pemerintah Malaysia resmi meminta kemudahan agar para pengusaha Malaysia mendapat perluasan lahan kepada Wapres Boediono pada akhir Juni 2010.
Investor Malaysia menguasai sekitar 15-20 persen dari total lahan sawit di Indonesia. Jika izin lahan sawit itu dibekukan, TKI yang dipulangkan bisa dilibatkan untuk melanjutkan bisnis usaha sawit tersebut. “Dari situ kan sudah jelas betapa Malaysia sangat tergantung dengan kita,” pungkasnya.
Sementara itu, dilihat dari pendapatan perkapita, kocek RI lebih tebal dari Malysia. Tahun 2009, PDB RI mencapai 511 miliar dollar AS, sedangkan Malaysia hanya 384 miliar dollar AS. Tapi kalau dilihat dari segi investasi. Malaysia memang lebih banyak menanamkan investasi di Tanah Air.
“Malaysia Nangis Bombay Kalau Kita Ceraikan”
Bambang Susilo, Ketua Komite II DPD
Wakil rakyat masih bingung menimbang-nimbang keputusan me­mutuskan hubungan diplo­matik dengan Malaysia. 

Ada yang bilang, Indonesia tak usah ragu untuk ‘bercerai’ dengan Malaysi. Tapi tak sedikit juga wakil rakyat yang ragu untuk memutuskan sikap tersebut.
Senator asal Kalimantan Timur ini tak ragu-ragu. Dia bilang, “In­donesia jangan takut-takut terhadap Malaysia, dari sisi ekonomi, negara kita tidak akan dirugikan. Justru Malaysia yang akan bankrut.”
Menurut Bambang, saat ini kita butuh ketegasan dari pemimpin nasional untuk menyikapi peri­laku Malaysia. Bekas Presiden Soekar­no saja, berani meng­ge­lorakan semangat ganyang Malaysia. Meski saat itu perangkat negara kita masih belum lengkap atau masih mencari  bentuk.
Sekarang, lanjut Bambang, ketika seluruh perangkat negara kita sudah lengkap, seharusnya Presiden Yudhoyono lebih berani dalam bersikap. “Tak usah lagi ada kompromi dengan Malaysia. Su­dah putuskan saja hubungan dengan Malaysia,” tegasnya.
Perekonomian Indonesia tak akan rugi bila kita bercerai de­ngan Malaysia. Sebaliknya jus­tru Malaysia yang bakal merugi. Perekonomian Malaysia sangat bergantung pada TKI.
“Kalau TKI ditarik, mereka akan nangis ‘bombay’. Jadi kita seharusnya tak usah parno (pa­ranoid) untuk ‘bercerai’. Ma­laysia akan gulung tikar, jika pemerintah tegas menutup keran-keran ekonomi mereka,” katanya sembari tertawa.
Sementara itu, anggota Fraksi PDIP, Eva Kusuma Sudari, menim­bang-nimbang jika peme­rintah memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia,
Menurut dia, langkah tersebut tidak elegan dan kontraproduktif. Dia bilang, kita tidak mungkin mi­lih tetangga, karena takdirnya Indonesia dan Malaysia bertetangga.
Di sisi lain, Eva menya­yang­kan, lobi politik luar negeri yang dijalankan pemerintah yang tidak menjaga martabat. Seharusnya, lang­kah yang ditempuh pe­me­rintah sesuai standar diplo­masi, bukannya malah berkirim ‘surat cinta’ dengan merendahkan diri.
Malaysia sebagai bangsa kaya baru, selalu bersikap pongah. Me­mang dari sisi ekonomi, Indo­nesia lebih lemah.  “Im­plika­sinya, barga­ining kita jadi lemah. Indonesia terus-terusan dilecehkan,” katanya. [RM]


Baca juga:

GANYANG MALAYSIA
SBY Ikut Bersama Malaysia Menginjak-injak Kedaulatan Bangsa
Kata Panglima TNI, Pidato Presiden SBY Sangat Tegas
Selesaikan Masalah Tanpa Aksi Destruktif!
SBY: Kita Tidak Mengkompromikan Kepentingan Nasional

0 komentar to Kocek RI Lebih Tebal Dari Malaysia

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.